Istilah
discovery learning (belajar penemuan) diungkapkan pertama kali oleh Bruner yang berlawanan dengan
reception learning (belajar penerimaan). Baik
discovery learning maupun
rote learning bisa bermakna atau hafalan tergantung pada dikaitkan atau tidaknya pengetahuan baru dengan struktur kognitif siswa (Kirschner, Sweller, and Clark (2004)). Alfiere et. al (2011) menjelaskan bahwa
'many literature suggest discovery learning occur whenever the learner is not provided with the target information or conceptual understanding and must find it independently and with only provided materials'. Maksudnya, banyak literatur menjelaskan bahwa discovery learning terjadi ketika siswa bukansebagai target informasi atau pemahaman konseptual melainkan siswa yang menemukannya secara independen dengan menggunakan material yang disediakan.
Kemdikbud (2014) menjelaskan bahwa prinsip belajar yang nampak jelas
Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Adapun langkah-langkah (fase) Discovery Learning menurut Syah (2004) menjelaskan fase (Syntax) model
Discovery Learning adalah sebagai berikut:
- Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
- Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah)
- data collection (pengumpulan data)
- Data processing (pengolahan data)
- Verification (pembuktian)
- Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Contoh penerapan discovery learning berikut dikembangkan dari Buku Matematika Kelas VII edisi revisi (Kemdikbud, 2014), bisa anda unduh di link berikut: Download
Penulis: Dr. Rahmah Johar, M.Pd
Belum ada tanggapan untuk "Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)"
Posting Komentar